Kasus Imam Nahrawi: Gratifikasi untuk Liburan dan Renovasi Rumah
03-Juli-2020
Web Admin Kai

tirto.id - Imam Nahrawi, politikus
yang besar di PKB, Menteri Pemuda dan Olahraga 2014-2019, divonis tujuh
tahun penjara setelah terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap
dan gratifikasi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI.
Hakim Ketua Rosmina membacakan putusan ini di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, Senin (29/6/2020) kemarin.
“Menyatakan terdakwa IMR telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut
sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua,†katanya.
Imam terbukti melanggar
pasal 12 huruf a Jo pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan
UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Jo pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kesatu alternatif
pertama, serta pasal 12B ayat (1) Jo pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kedua.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi
Pemberantasan Korupsi (JPU KPK): penjara 10 tahun, denda Rp500 juta
subsider enam bulan kurungan, dan wajib membayar Rp19,1 miliar dalam
waktu sebulan. Sementara hakim memutuskan Imam membayar denda Rp400 juta
subsider tiga bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 18.154.230.882.
Apabila tidak dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan, maka
hartanya akan disita kemudian dilelang. “Jika harta tidak mencukupi maka
dipidana dua tahun,†ujar hakim.
Hakim juga mencabut hak politik Imam selama empat tahun setelah menjalani masa pidana penjara.
Perjalanan Kasus Imam
KPK menetapkan Iman
Nahrawi sebagai tersangka pada 18 September 2019. Ini adalah hasil
perkembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kantor Kementerian
Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan KONI pada 18 Desember 2018. Hari itu
juga ia mengundurkan diri dari jabatan menteri.
Saat konferensi pers penetapan tersangka, Wakil Ketua KPK Alexander
Marwata mengatakan Imam menerima uang Rp26,5 miliar sebagai commitmet
fee pengurusan proposal dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora.
Uang
diterima bertahap, pertama pada 2014-2018 sebesar Rp14,7 miliar, dan
kedua pada 2016-2018 sebesar Rp11,8 miliar. Semua dijembatani asisten
pribadinya, Miftahul Ulum.
“Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan pihak yang
terkait,†ujar Alexander.
Imam, anggota DPR selama 10 tahun sejak 2004, menjalani pemeriksaan
perdana sebagai tersangka di KPK, Jakarta Selatan pada 27 September
2019. Sementara sidang perdananya pada 14 Februari 2020.
Imam, anggota DPR
selama 10 tahun sejak 2004, menjalani pemeriksaan perdana sebagai
tersangka di KPK, Jakarta Selatan pada 27 September 2019. Sementara
sidang perdananya pada 14 Februari 2020.
JPU KPK mendakwa Imam menerima uang Rp11,5 miliar dari Sekretaris
Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum Koni Johnny E Awuy.
Uang tersebut ditujukan untuk pengawasan dan pendampingan program
peningkatan prestasi olahraga nasional Asian Games dan Asian Para Games
2018.
Agar pencairan dana kian cepat, Deputi IV Kemenpora Mulyana meminta
Ending berkoordinasi dengan Ulum. Ending lalu menemui Ulum dan
menyepakati pembagian hasil sebesar 15 persen hingga 19 persen dari
total dana--rencana anggaran dalam proposal itu sebesar Rp51,5 miliar.
Ulum juga menyerahkan nama-nama dari Kemenpora yang akan menerima uang
haram tersebut.
Pada akhir Januari
2018, Imam menerima uang Rp500 juta dari Ending di kantor KONI Pusat.
Kemudian Imam mendisposisikan ke Mulyana untuk ditelaah dan dilanjutkan
ke Asisten Deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
dan tim verifikasi. Imam, menurut jaksa, juga mendosposisikan proposal
tersebut ke Ulum.
Pada Maret 2018, Imam
melalui Ulum menerima uang Rp2 miliar dari Ending di kantor KONI Pusat.
Kemudian Kemenpora menyetujui dana yang akan diberikan ke KONI sebesar
Rp30 miliar.
Begitu proposal telah disetujui Kemenpora, Imam mendapatkan total Rp9
miliar. Jumlah tersebut diberikan bertahap, dengan rincian sebagai
berikut:
-Rp3 miliar melalui orang suruhan Ulum di kantor KONI Pusat;
-Rp3 miliar dalam bentuk 71.400 dolar AS dan 189 dolar Singapura oleh
Ending melalui Atam (sopir Ending) kepada Ulum di Lapangan Golf Senayan;
-Rp 3 miliar yang dimasukan dalam amplop cokelat dan dimuat di dalam
kardus kertas A4 dari Ending melalui Ulum di Lapangan Bulu Tangkis
Kompleks Kemenpora.
Imam juga dianggap
menerima gratifikasi sebesar Rp8,64 miliar bersama Ulum yang diterima
dari berbagai sumber. Ulum ditugaskan sebagai perantara antara Imam
dengan pemberi gratifikasi.
"Menyatakan terdakwa Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama
dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan
kedua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama
10 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider enam bulan
kurungan," kata JPU saat membacakan tuntutan, Jumat (12/6/2020).
Sebelumnya Imam sempat mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Ia
merasa tuduhan KPK tak beralasan. Hakim menolak permohonan ini pada 12
November 2019 dengan menyatakan prosedur penyidikan dan penahanan KPK
telah sesuai hukum..