Kata Ahli Hukum UI soal Polemik Pejabat Negara Jadi Komisaris BUMN
03-Juli-2020
Web Admin Kai

KOMPASÂ - Ombudsman RI mencatat
ada 397 komisaris BUMN yang merangkap jabatan. Selain itu, terdapat pula
167 komisaris di anak perusahaan BUMN yang diketahui rangkap jabatan.
Ombudsman sendiri belum
mendapatkan data di tahun 2020 untuk komisaris BUMN yang rangkap
jabatan. Data tersebut didapatkan dari Kementerian BUMN langsung. Namun,
angka tersebut merupakan data pada 2019.
Sebanyak 42 orang yang
ditunjuk jadi komisaris BUMN tercatat berasal dari pejabat negara di
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sisanya berasal dari Kementerian BUMN,
PUPR, Kemenhub, Kemensetneg, serta TNI dan Polri.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana,
mengatakan dari aspek hukum, sah-sah saja seorang pejabat eselon di
instansi pemerintah melakukan rangkap jabatan di perusahaan-perusahaan
BUMN.
"Dalam tata kelola di
perusahaan berbentuk perseroan terbatas kepentingan pemilik atau
pemegang saham dicerminkan dalam keanggotaan direksi dan dewan
komisaris," kata Hikmahanto dalam pesan singkatnya, Rabu (1/7/2020).
Menurut dia, komisaris ditempatkan Kementerian BUMN di
perusahaan-perusahaan pelat merah dalam kapasitasnya sebagai wakil
pemerintah sebagai pemegang saham.
"Hal ini karena pemilik atau pemegang saham tidak dapat hadir dan
mengelola perusahaan setiap saat," ujar Hikmahanto.
Diungkapkannya, untuk
memastikan kepentingan pemegang saham yakni pemerintah, maka
kewenangannya didelegasikan kepada anggota dewan komisaris dan anggota
direksi yang ditunjuk.
"Untuk diketahui di
BUMN agar kepentingan negara terwakili maka anggota direksi dan dewan
komisaris diangkat oleh Kementerian BUMN yang mewakili negara," kata
dia.
Ia berujar, anggota direksi dapat dipilih dari berbagai kalangan dan
anggota tersebut harus bekerja secara penuh. Ini mengingat direksi
melakukan pengurusan sehari-hari perseroan atau perum.
Sementara untuk dewan
komisaris yang melakukan fungsi pengawasan terhadap direksi, maka mereka
tidak bekerja secara secara penuh.
"Untuk mewakili kepentingan negara maka ditunjuk para pejabat yang
berasal dari instansi pemerintah," tutur Hikmahanto.
"Mengapa berasal dari
pemerintah? Hal ini karena pejabat di pemerintahan mempunya sistem kerja
komando. Para pejabat akan loyal terhadap atasannya, termasuk negara,"
kata dia lagi.
Dikatakannya, penunjukan pejabat negara sebagai komisaris BUMN bisa
dibenarkan. Menurut dia, untuk menjaga kepentingan negara di BUMN, maka
para pejabat yang menduduki jabatan di pemerintahan merangkap jabatan di
BUMN.
"Tanpa kehadiran para
pejabat di BUMN dikhawatirkan pengawasan untuk menjaga kepentingan
negara tidak dapat dilakukan secara maksimal," ujar Hikmahanto.
Perangkapan jabatan dari pejabat pemerintah memang akan memberi
remunerasi yang lebih. Hal ini karena dalam persero atau perum memang
para pihak yang menjabat dalam organ berhak atas remunerasi.
"Remunerasi yang
diterima merefleksikan tanggung jawab dari para pejabat yang mengelola
perusahaan. Oleh karenanya wajar bila para pejabat yang mendapat tugas
sebagai komisaris di BUMN memperoleh remunerasi," ucap Hikmahanto.
Sebelumnya, Ombudsman mempersoalkan rangkap jabatan dan penghasilan
ganda yang diterima pejabat negara yang rangkap jabatan komisaris BUMN.
“Jadi kalau kita lihat sekian banyak ini (komisaris) menyebar di
kebanyakan BUMN yang rata-rata tidak mempunyai pendapatan yang
signifikan, belum untung yang bagus. Bahkan beberapa ada yang masih
merugi,†ujar Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih dalam konferensi
pers virtual, Minggu (29/6/2020).
Berdasarkan data dari
Ombudsman, orang-orang tersebut diketahui selain menjadi komisaris BUMN
juga memasih aktif sebagai aparatur sipil negara (ASN) serta anggota TNI
dan Polri.
“Masalah double payment
kalau dibiarkan juga ini tampaknya akan membuat kepercayaan publik
buruk dan melihat BUMN sebagai tempat untuk mencari penghasilan lebih
dan agak aneh kalau saya lihat sampai itu terjadi,†kata dia.
Alamsyah menjelaskan, jika hal tersebut terus terjadi bisa memperburuk
citra BUMN. Atas dasar itu, Ombudsman akan memberi masukan ke pemerintah
agar hal tersebut tidak terus terjadi.
“Kita seperti melecehkan BUMN itu sendiri. Maka, concern Ombudsman
memperbaiki sistem, bukan pada orangnya,†ucap dia.
Sementara itu, Staf
Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, mencuatnya isu rangkap
jabatan di BUMN tak hanya terjadi pada era Menteri Erick Thohir.
“Isu mengenai rangkap
jabatan ini kan merupakan isu pengulangan, artinya 5 tahun lalu pun
pernah disampaikan juga oleh Ombudsman. Jadi bukan isu baru,†ujar Arya
dalam keterangannya, Senin (29/6/2020).
Arya menjelaskan, BUMN merupakan perusahaan milik pemerintah. Atas dasar
itu, dia menilai wajar jika ada utusan pemerintah yang ditempatkan di
perusahaan tersebut.
“Maka, wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang
paham masalah teknis di perusahaan tersebut ataupun dari lembaga lainnya
yang punya kaitan industri tersebut ataupun kebutuhan untuk masalah
hukum,†kata dia.
Selanjutnya, kata Arya, jabatan komisaris di BUMN bukan merupakan
jabatan struktural. Sehingga, orang yang ditempatkan di posisi tersebut
tak perlu datang ke kantor setiap hari.
“Yang namanya komisaris tersebut bukan jabatan struktural atau
fungsional dan dia bukan day to day bekerja di situ, dia kan fungsinya
pengawasan,†ucap dia.